Berita Utama :
Home » » Belanja Tanpa Suami Tahu, Sama dengan Berbohong?

Belanja Tanpa Suami Tahu, Sama dengan Berbohong?

Hubungan, semua tahu, kalau kejujuran dan kepercayaan jadi salah satu bahan dasarnya? Uniknya, dalam rumah tangga biasanya ada kebohongan-kebohongan kecil yang dilakukan pasangan. Ada yang menganggapnya bukan bohong, tapi hanya tak menceritakannya. Ada juga yang mengatakan berbohong demi kebaikan bersama karena nggak ingin hal kecil itu berubah jadi masalah besar.

Nah, ketika ditanya, sebagian besar perempuan melakukan kebohongan kecil terkait dengan pengeluaran bulanan mereka. Apa alasannya? Dan, bagaimana cara unik beberapa Fimelova menyembunyikan bukti pengeluaran mereka sampai barang belanjaan yang jumlahnya nggak sedikit itu?

“Saya suka menyembunyikan tagihan kartu kredit. Bahaya kalau suami tahu!” aku Cecil, 28 tahun, ibu rumah tangga. Cecil melanjutkan, “Menyembunyikan tagihan itu lebih susah, lho. Suami sering tanya tagihan ada di mana, bilang saja nggak sengaja kebuang gitu. Nanti saya yang biasanya bayar tagihan, jadi nggak ketahuan. Kalau tagihannya over ya pakai uang arisan untuk menutupi. Pintar-pintarlah.”

Bagaimana dengan barang belanjaan Cecil yang “berjibun”? Biasanya, Cecil menyiasatinya dengan menggabungkan barang barunya itu ke barang lama. “Kalau dipisah pasti ketahuan, makanya dimasukkan di sela-sela baju lain, kalau sepatu ya kardusnya tinggal ditaruh saja di tumpukan kardus sepatu lain. Lucunya, saat pakai pertama kali suami suka tanya, ‘Eh, baru ya?’. Itu tandanya dia nggak yakin barang yang aku pakai baru atau nggak. Tinggal bilang, deh, ‘Dasar papa nggak perhatian, ah.’ Selesai!” cerita Cecil sambil tertawa puas.

Kebohongan lain masalah uang adalah tidak jujur seberapa besar pemasukan dan pengeluaran. Hal ini biasa terjadi pada perempuan karier. Karena punya gaji sendiri, perempuan merasa gaji itu sepenuhnya jadi haknya, dan gaji suamilah yang jadi uang operasional. Dengan gaji sendiri, perempuan bebas menentukan mau diapakan uang itu. Sementara ketika kehabisan dana memanjakan diri, uang suami juga yang dijadikan andalan. Alhasil uang operasional bulanan ikut terkikis dan biasanya menyulut adu argumen dengan suami.

Untuk masalah yang satu itu, Inneke sering mengalaminya. “Begitulah. Namanya perempuan kalau hobi belanja wajar, kan. Tapi, suami yang sering lihat barang-barang baru saya suka protes, apalagi kalau uang belanja ikut terpakai. Makanya saya adem ayem saja, kalaupun uang belanja terpakai, ya artinya menu makan seminggu ke depan lebih banyak nabatinya. Ngaku-nya belajar hidup sehat, supaya nggak terus-terusan makan daging. He-he,” jelasnya.

Julie Nava, penulis novel Musim Gugur Terakhir di Manhattan, juga mengatakan dalam tulisannya, “Saya pikir ada kesamaan antara dia (suami Julie) dan para suami lainnya. Yakni, laki-laki kadang-kadang tidak mengerti mengapa istrinya membeli sesuatu yang “tidak masuk akal”. Soal memilih baju misalnya. Selama awal-awal menikah, saya cenderung mengikuti selera suami dengan pilihan atau warna tertentu. Tapi personalitas saya yang cenderung suka bereksperimen kadang menuntut untuk dipuaskan. Saya ingin baju berenda, dengan topi lebar dan sepatu boot, misalnya. Itu tidak akan pernah dia setujui, jadi diam-diam saya hanya bisa bermimpi suatu saat bisa membeli dan memakainya. Barang-barang dapur. Ini juga sukar saya jelaskan ke dia. Barang-barang dapur seperti waffle toaster, crock pot, frying pan,dan alat-alat dapur khas Asia memang tidak setiap saat saya gunakan. Tetapi saya merasa perlu memilikinya karena suatu saat naluri eksperimen saya muncul. Dan saya juga perlu semua itu, just in case ada obrolan dengan ibu-ibu lain tentang hal-hal itu, saya bisa nyambung dan nggak hanya bengong sebagai pendengar. Ini termasuk kategori ‘perangkat sosial’.”

Perbedaan pandangan antara laki-laki dan perempuan memang seringkali jadi pemicu masalah dan kerenggangan hubungan. Laki-laki dengan pandangan nggak perlu membeli jika nggak begitu membutuhkan suatu barang, berbanding terbalik dengan sifat perempuan. “Seringkali perempuan menghabiskan uang melebihi anggaran dan pada akhirnya mengalami masalah keuangan serius,” ujar Ruth Engs, Profesor Ilmu kesehatan di Indiana University.

Jadi, menurut Julie, supaya perang argumen yang cenderung nggak ada titik temunya terus terjadi dalam rumah tangga, lebih baik kita sebagai perempuan yang memutar otak mencari jalan keluarnya sendiri. Salah satunya dengan meminta jatah uang bulanan dan mengutak-atiknya, menyisihkan sepintar mungkin, mengakali agar kebutuhan sehari-hari terpenuhi sementara masih ada uang sisa untuk memenuhi hasrat belanja kita. “Sejauh ini saya puas dengan cara saya. Adu argumen tidak lagi sesering dahulu, dan ‘ongkos sosial’ maupun rumah tangga bisa berjalan seiring. Mau jadi salah satu anggota “Klub Istri-istri Pengumpet Duit Belanja”, meminjam istilah Julie, seperti para istri lain? Harus pintar dan penuh akal, jangan mau disebut matrealistis dan cuma bisa menghamburkan uang suami, tapi mesti punya solusi untuk memfasilitasi naluri gila belanjamu!
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Rahasia Cantik Menarik - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template